Selama beberapa pekan terakhir media massa ramai memberitakan konflik yang terjadi antara Malaysia dengan Indonesia. Hubungan yang kelihatannya “adem ayem” menjadi memanas setelah terjadinya kasus penangkapan tiga aparat Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tanjung Balai Karimun, Provinsi Riau, di perairan Tanjung Berakit, Pulau Bintan, oleh Marine Police Malaysia. Tak pelak kasus ini memancing kemarahan sebagian besar masyarakat Indonesia. Aksi yang dipelopori LIRA berupa penghujatan, pelemparan kotoran manusia serta pembakaran bendera nasional di depan kedubes malaysia menjadi marak terjadi.
Seakan tak mau kalah dengan masyarakat luas, nada kemarahan juga ditunjukkan oleh beberapa anggota DPR terkait kasus tersebut. Menurut salah seorang anggota DPR Komisi IX, Rofi’ Munawar, tindakan Polisi Patroli Malaysia cenderung menodai kedaulatan Indonesia. Aksi tersebut hanya bisa dibendung dengan tindakan terapi kejut."Terapi kejut dengan tindakan pembakaran dan penenggelaman kapal saat ini harus dilakukan secara terus menerus guna menimbulkan efek jera, hal ini terutama difokuskan pada titik-titik perbatasan perairan Indonesia dengan negara lain," (detikcom, 17/08/2010).
Bahkan sebagian anggota senayan mendesak Presiden SBY agar memutuskan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Malaysia.
Di Twitterland, Khairi Jamaluddin, ketua pemuda UMNO (United Malays National Organisation) akan melayangkan protes ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atas tindakan Lumbung Informasi Rakyat (Lira) yang dianggap menggugat kedaulatan tanah airnya.
Menurut penulis, konflik yang terjadi antara malaysia dengan Indonesia disebabkan oleh akumulasi ketidaksenangan masyarakat Indonesia akibat perilaku “menyakiti” yang dilakukan Pemerintah Malaysia dalam kasus politik konfrontasi Malaysia era Soekarno, kisah haru pahlawan devisa nasional (TKI), kasus klaim sepihak batik dan iklan kesenian & budaya oleh discovery channel serta masalah perbatasan negara.
Berangkat dari asumsi ini, penulis mencoba untuk mendeskripsikan konflik yang tengah terjadi antara Indonesia dengan Malaysia. Tulisan ini hanya berusaha menggambarkan kasus yang tengah terjadi secara deskripsi dalam rangka mengidentifikasi akar permasalahan konflik yang tengah terjadi.
Permasalahan
Hubungan tidak harmonis yang semakin mengeskalasi, sempat memunculkan isu impeachment di kalangan DPR Hal ini disebabkan karena sikap pemerintah yang dinilai belum tegas. Meskipun pada akhirnya isu ini mulai pudar setelah keluarnya pidato Presiden terkait konflik Malaysia dengan Idonesia. Berdasarkan asumsi dan fenomena yang telah diuraikan sebelumnya, muncullah suatu pertanyaan tentang : “sumber-sumber konflik apakah yang menyebabkan konflik antara Malaysia dan Indonesia ?
Kerangka teoritis
Pengertian konflik menurut Lewis A. Cowser dalam buku Contending Theory of International Relation: A Comprehensive Survey, mengatakan bahwa : “konflik adalah perjuangan atas nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan untuk mendapatkan status yang langka, kekuasaan dan sumber-sumber yang menjadi tujuan lawan dalam rangka menetralkan, merugikan atau menyingkirkan saingan-saingannya”.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perjuangan yang dilakukan masyarakat Indonesia (LIRA sebagai pelopor) untuk mendapatkan status sebagai bangsa yang tegas dan bermartabat serta menuntut Pemerintah Malaysia agar meminta maaf atas insiden di perairan Bintan.
Konflik terjadi jika ada pihak yang merasa diperlakukan tidak adil atau mana kala ada pihak yang berperilaku menyentuh “titik kemarahan pihak lain (Ramlan Surbakti ; Memahami Ilmu Politik; 1999). Dengan begitu, masyarakat Indonesia menilai bahwa masuknya polisi diraja Malaysia ke wilayah Indonesia sudah menyentuh “titik kemarahan mereka” atau dengan kata lain melecehkan kedaulatan bangsa Indonesia.
Disisi lain, Pemerintah Malaysia juga menganggap bahwa tindakan yang telah dilakukan LIRA merupakan bentuk penghinaan terhadap kedaulatan negaranya.
Untuk lebih mempertajam analisa tulisan ini, kami juga menggunakan konsep trauma. Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Para Psikolog menyatakan trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative, dalam istilah psikologi disebut post-traumatic syndrome disorder.
Trauma merujuk pada gangguan yang serius dalam cara seseorang memandang dirinya dan dunia sekitarnya. Trauma merenggut bagian rasa diri anda sebelumnya tentang siapa diri Anda, apa yang Anda ketahui, apa yang Anda percayai. Pikiran dan perasaan yang mengganggu dan pola hubungan yang berkembang dari trauma awal dapat menjadi sulit untuk diuraikan Yang sangat umum terjadi adalah seseorang tetap mengalami kembali (re-experiencing) peristiwa trauma dalam bentuk kilas balik (flashback) yang menyulitkan, mimpi buruk, dan sensasi - sensasi pada tubuh yang tidak memberikan kesempatan pada mereka untuk berhenti, pulih, atau memberikan arti pada apa yang sedang terjadi pada mereka.
Dalam dunia politik, trauma dapat digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa politik yang dialami seseorang/ masyarakat Indonesia. Rakyat Indonesia memandang bahwa meletusnya peristiwa “ganyang Malaysia” lebih dipandang sebagai peristiwa heroik dalam rangka mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai bangsa dan negara. (terlepas dari persoalan apakah kasus tersebut berhasil dipolitisasi oleh Soekarno dalam membangkitkan semangat nasionalisme).
Pandangan tersebut semakin negatif tatkala nasib buruh Indonesia di Malaysia menjadi masalah yang belum terpecahkan dan seringkali merugikan nasib para TKI.
Hubungan Indonesia dan Malaysia semakin memanas. Pemicunya gara-gara Malaysia yang menggunakan kebudayaan Indonesia dalam iklan pariwisatanya. Kali ini giliran tari Pendet yang digunakan sebagai iklan Enigmatic Malaysia di Discovery Channel. Publik Indonesia langsung panas melihat iklan ini.
Puncaknya adalah pada kasus wilayah perbatasan yang diawali dari kekalahan Indonesia pada sengketa Sipadan-Ligitan dan kemudian penangkapan 3 petugas DKP oleh Polisi Diraja Malaysia.
Serentetan kasus tersebut telah melahirkan suatu nilai (trauma politis) yang diketahui dan dipercaya oleh rakyat Indonesia. Nilai ini selanjutnya menciptakan hubungan yang membekas/ luka di pikiran dan perasaan rakyat Indonesia. Akumulasi dari nilai tersebut menghasilkan aksi-aksi protes yang marak terjadi akhir-akhir ini.
Sumber-Sumber Konflik
1. Politik Konfrontasi Malaysia Era Soekarno
Konfrontasi ini merupakan sebuah perang mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak yang terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962-1966.
Pada tahun 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya, Federasi Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia.
Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia.
Soekarno yang murka ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia. Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Dan Pada tahun 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya.
Berdasarkan ilustrasi diatas dapat dipetik kesimpulan bahwa telah terjadi bibit-bibit permusuhan antara Malaysia dengan Indonesia.
2. Kasus Klaim Batik dan Iklan Kesenian & Budaya
Kasus klaim sepihak batik dan tari Pendet yang digunakan sebagai iklan Enigmatic Malaysia di Discovery Channel menimbulkan akumulasi ketidaksenangan rakyat Indonesia terhadap Malaysia. Sikap tidak senang Indonesia diwujudkan dalam bentuk nota protes resmi Kemenlu RI kepada Pemerintah Malaysia.
3. Kasus TKI di Malaysia
Seringkali kita mendengar dan membaca tentang nasib TKi di Malaysia yang disiksa dan dianiaya majikannya. Dan biasanya, ujung-ujungnya Pemerintah Malaysia akan lebih memihak warga negaranya sendiri (majikan) ketimbang memproses secara hukum. Dengan sering ter-eksposenya cerita-cerita sedih para TKI di Malaysia, membuat bibit-bibit permusuhan menjadi semakin besar dan luka lama semakin menganga.
4. Kasus Wilayah Perbatasan
Bangsa ini mungkin tidak akan pernah lupa, bagaimana Sipadan dan Ligitan telah direbut oleh Malaysia. Bagaimana kita menjadi tidak berdaya dan babak belur di Mahkamah Internasional. Tentu ini adalah pengalaman yang sangat menyesakkan dan menyakitkan bangsa Indonesia.
Menurut Suhana, Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Malaysia ada di balik kasus perairan Bintan. Ia mengatakan bahwa :” Hal ini dimaksudkan apabila tidak ada tindakan protes dari aparat Indonesia, mereka dapat mengkalim bahwa perairan tersebut merupakan wilayah kedaulatannya”.
Dugaan tersebut dikuatkan dengan cepatnya Marine Police Malaysia mengadang kapal Pengawas Kelautan dan Perikanan yang menangkap para nelayan yang sedang mencuri ikan tersebut. Yang akhirnya tiga aparat Pengawas Kelautan dan Perikanan Indonesia turut ditahan oleh Marine Police Malaysia.
Terlepas dari benar atau tidaknya dugaan tersebut, perilaku tidak menyenangkan Malaysia yang dimulai dari kasus Sipadan dan Ligitan serta perairan Bintan semakin menumpuk perilaku menyakiti bangsa Indonesia.
Secara sosiologis, akumulasi perasaan tidak puas, kecewa dan frustrasi dapat terwujud atau terealisasi dalam bentuk aksi kekerasan atau perlawanan senjata.
Maurice Duverger menyatakan, bahwa : “bilamana orang-orang tertentu bergolak untuk meluputkan diri dari suatu kondisi yang celaka, dari suatu dunia kekurangan dan alienasi dan ketika yang lain bergolak untuk menghindarkan diri dari jatuh ke dalam kesulitan yang sama adalah wajar untuk setiap orang mempergunakan setiap alat yang bias diperolehnya, termasuk kekerasan, untuk mempertahankan previlage melawan serangan dari mereka yang tertindas dan dieksploitasikan dan menjamin kemenangan”.
Seperti yang terjadi pada masyarakat Indonesia, kondisi ketidakpuasan dan kemarahan tersebut menjelma menjadi tindakan penghujatan, pelemparan kotoran binatang, menginjak-injak bendera nasional yang disertai aksi pembakaran bendera. Dengan kata lain, ketidaksenangan bangsa Indonesia terhadap Malaysia telah bertumpuk-tumpuk.
Kesimpulannya, konflik yang terjadi tidak disebabkan oleh satu-satunya factor kasus perairan Bintan namun lebih dari itu. konflik yang terjadi antara malaysia dengan Indonesia disebabkan oleh akumulasi ketidaksenangan masyarakat Indonesia akibat perilaku “menyakiti” yang dilakukan Pemerintah Malaysia dalam kasus politik konfrontasi Malaysia era Soekarno, kisah haru pahlawan devisa nasional (TKI), kasus klaim sepihak batik dan iklan kesenian & budaya oleh discovery channel serta masalah perbatasan negara.
Semoga di generasi yang akan datang, tidak terjadi trauma dalam berhubungan dengan Malaysia. Atau trauma ini membuat kita harus lebih berani bertindak, bahkan dalam bentuk yang ekstrem, yaitu sudah siapkah anda menjadi relawan dalam perang Indonesia melawan Malaysia ?
dari eksternal dan internal..
indonesia dan malaysia selalu menuangkan konflik yang menyebabkan merendahkan satu sama lain
ckckckck....orang rakus ya begitu........
Oh my goodness! an amazing article dude. Thank you However I am experiencing issue with ur rss . Don't know why Unable to subscribe to it. Is there anyone getting identical rss problem? Anyone who knows kindly respond. Thnkx